Selasa, 30 Maret 2010

Download Leaflet Part 1

Sengaja Saya kasih nih kumpulan leaflet yang saya kumpulin dari berbagai sumber...lumayan..tapi jangan dijadikan sarana copy paste dan ganti nama doang ya...hee....moga bermanfaat !!!

buat adik-adiku di Akper Sumedang (karaos dulu susah cari sumber)

1. Leaflet Diet DM Download 

2. Leaflet Alergi Download

3. Leaflet Ante Natal Care Download

4. Leaflet Anemia Download

5. Leaflet Anemia Pada Ibu Hamil Download

6. Leaflet ASI Eksklusif Download

7. Leaflet Asma Download

8. Leaflet Breastcare Download

9. Leaflet Bronchitis Download

10. Leaflet Campak Download

11. Leaflet DBD Download

12. Leaflet DM Download

13. Leaflet Diare Download

14. Leaflet Hipertensi Download

15. Leaflet Diet Gastritis Download

16. Leaflet Diet Rendah Protein Download

17. Leaflet Flu Burung Download

18. Leaflet Gagal Ginjal Kronik Download

19. Leaflet Gastritis Download

20. Leaflet Gizi Orang Dewasa Download


Lanjutan Part 2 tunggu aja yaa....

Kamis, 25 Maret 2010

KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR


Internasional Classification of Sleep Disorders
1.   Dissomnia
  • Gangguan tidur intrisik Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran    nafas,    hipoventilasi,    post    traumatik    kepala,    tidur    berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
  • Gangguan tidur ekstrisik Tidur    yang    tidak    sehat,    lingkungan,    perubahan    posisi    tidur,    toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant
  • Gangguan tidur irama sirkadian Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.
2.   Parasomnia
  • Gangguan aurosal Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
  • Gangguan antara bangun-tidur Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
  • Berhubungan dengan fase REM Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
  • Parasomnia lain-lainnya Bruxism   (otot   rahang   mengeram),   mengompol,   sukar   menelan,   distonia parosismal
3.   Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
  • Gangguan mental Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
  • Berhubungan dengan kondisi kesehatan
©2002 digitized by USU digital library                                                                                    4

Penyakit   degeneratif   (demensia,   parkinson,   multiple   sklerosis),   epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma. •     Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)
4.  Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
1.  DISSOMNIA
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi daintaranya.
Gangguan tidur spesifik
Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada
siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang
dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-
3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM
30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi:
-          Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop
-          Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.
-          Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM
Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik limb movement disorders)/mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung terus-menerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun.
Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia.
Sindroma     kaki     gelisah     (Restless     legs     syndrome)/Ekboms syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya.
Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otak-hipotalamus
•     Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam
satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini
gerakan dada dan dinding perut sangat dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek.
Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation.
•     Paska trauma kepalaSebagian  besar  pasien  dengan  paska  trauma  kepala  sering  mengeluh
gangguan  tidur.  Jarak  waktu  antara  trauma kepala dengan  timbulnya
keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian.
Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan

dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma kepala
Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur-bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian).
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
  1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
  2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
  1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
  2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus.
  3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
  4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
  5. Tipe bangun-tidur beraturan
  6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma daerah

ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½) jarang terjadi pada fase REM.
Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2.  PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a.   Peminum alkohol
b.   Kurang tidur (sleep deprivation)
c.   Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara
bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem
otonom.  Gejala  khasnya  berupa  penurunan  kesadaran  (konfuosius),  dan  diikuti
aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
•     
Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah.

Pada  gambaran  EEG  menunjukkan   iram   acampuran   terutama  theta   dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha.
  • Gangguan teror tidur (slee teror) Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.
  • Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG.
  • THANK'S TO :http://sleepclinic.wordpress.com

Rabu, 24 Maret 2010

PELUANG PERAWAT INDONESIA UNTUK BEKERJA DI LUAR NEGERI

A. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di saat semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, tentu merupakan hal yang melegakan jika perawat Indonesia berpeluang bekerja di luar negeri. Sementara negara – negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, dsb sangat membutuhkan tenaga perawat professional untuk dapat bekerja di negara – negara tersebut. Menurut data dari PPNI, pada tahun 2005 jumlah perawat Indonesia yang menganggur mencapai 100 ribu orang. Tingginya angka pengangguran perawat di Indonesia tersebut diakibatkan oleh rendahnya pertumbuhan rumah sakit di Indonesia dan kurangnya penguasaan bahasa inggris untuk dapat bekerja diluar negeri. Sementara tiap tahunnya dari 770 sekolah perawat di Indonesia dapat melahirkan 250 ribu calon tenaga perawat baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika perawat Indonesia berlomba – lomba untuk dapat bekerja di luar negeri. Selain itu, alasan yang mendorong perawat untuk bekerja di luar negeri adalah gaji yang lebih tinggi, prospek karir, dan jenjang pendidikan yang lebih menjanjikan.
B. Keunggulan Perawat Indonesia
Tingginya jumlah perawat Indonesia tentu semakin meningkatkan kemampuan tiap individu perawat. Hal ini berdampak positif dibandingkan dengan perawat dari Negara lain. Adapun keunggulan perawat dari Indonesia antara lain: perawat Indonesia memilikki ketekunan dan keuletan dalam menjalankan pekerjaannya memberikan asuhan keperawatan. Selain itu, perawat Indonesia memilikki sifat ramah – tamah dan sopan santun dalam menjalankan komunikasi terapeutik dibandingkan dengan negara – negara lain seperti India, Fillipina, dan Thailand. Hal ini, tentu sangat membantu psikologis pasien dalam proses asuhan keperawatan.
C. Kelemahan Perawat Indonesia
Tingginya jumlah perawat di Indonesia, tidak diimbangi dengan kemampuan bahasa. Sebagian besar perawat Indonesia belum mampu berkomunikasi bahasa inggris dengan baik dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini menjadi masalah yang paling mendasar dalam berkomunikasi, dimana untuk dapat bekerja di luar negeri syarat bahasa inggris yang ditentukan cukup tinggi, yaitu 550 (AS), 500 (timur tengah) untuk nilai TOEFL, dan 700 (Australia) untuk nilai IELTS. Selain itu, kelemahan perawat Indonesia yaitu minimnya pengetahuan keterampilan perawatan. Hal ini terlihat dari rendahnya hasil skor NCLEX-RN, sebagian besar perawat Indonesia mendapatkan skor NCLEX-RN 40, sementara syarat skor untuk dapat bekerja di eropa dan Amerika mencapai 70 – 80.
D. Usaha Peningkatan kualitas perawat Indonesia
Melihat kelemahan sebagian besar perawat Indonesia, maka usaha yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas perawat Indonesia agar dapat bersaing dengan Negara lain, antara lain:
1. Pembentukan RUU praktik perawat
Perawat membutuhkan jaminan hukum dalam menjalankan tugas. Hingga saat ini, Indonesia masih belum memilikki undang – undang yang mengatur segala hal tentang dunia keperawatan. Apalagi menjelang dibukanya pasar bebas AFTA 2010. Indonesia memerlukan undang – undang yang mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi perawat, kesejahteraan perawat, dan juga diharapkan lebih menjamin perlindungan kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia. Sehingga Indonesia Sehat 2010 dapat terwujud.
2. Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan
Hal yang dilakukan lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meningkatkan kualitas perawat Indonesia agar dapat bersaing dengan perawat luar negeri adalah kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional. Sehingga diharapkan dengan adanya kurikulum berstandar internasional yang menggunakan bahasa inggris sebagai pengantar pendidikan, akan mempermudah perawat dalam mengikuti test dan juga berkomunikasi dengan baik.
E. Kesimpulan
Tingginya permintaan tenaga perawat di luar negeri seperti Amerika serikat, Australia, Jepang, dan negara – negara Timur tengah memberikan peluang yang sangat besar bagi perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri sebagai tenaga perawat yang professional yang memilikki gaji yang tinggi, dan jenjang karir yang cerah. Untuk mempermudah mencapai peluang tersebut, maka diperlukan undang – undang yang mengatur praktik perawat dan juga lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum bertaraf internasional. Sehingga perawat Indonesia mampu bersaing dengan negara – negara lain dan juga persiapan dalam menghadapi pasar bebas AFTA 2010.

thank's to : http://moveamura.wordpress.com/peluang-perawat-indonesia-dalam-afta-2010/

Jumat, 19 Maret 2010

Idealkah Anda Sebagai Seorang Perawat??

Satu hal yang paling diinginkan semua pasien adalah munculnya sosok perawat yang selalu bisa membuat mereka nyaman. Perawat yang tidak hanya datang ketika mereka butuhkan, namun juga perawat yang selalu siap, kapanpun.
Jika kita berbicara tentang perawat ideal, maka akan banyak muncul versi. Perawat yang murah senyum, perawat yang tidak judes, perawat yang rendah hati dan tidak sombong, dan masih banyak versi-versi lain yang tentu saja tidak ada yang salah.
Pada kesempatan kali ini saya ingin perkenalkan kepada anda sebuah gambaran tentang sosok perawat yang ideal. Secara umum makna perawat ideal adalah perawat yang didambakan atau selalu diharapkan kehadirannya oleh setiap pasien. Menurut terminologi, kata ideal berhubungan erat dengan kata ide dan idealisme. Perawat yang ideal adalah perawat yang memiliki ide dan idealisme. Perawat yang ideal adalah mereka yang mampu untuk menjadi I.D.E.A.L… 
I-nya adalah Implikasi yang terbaik (The Best Implication)
Perawat yang ideal adalah perawat yang selalu memberikan efek dan hasil yang terbaik, tidak hanya bagi pasien, namun juga bagi intitusi. Perawat yang ideal adalah perawat yang selalu memiliki kinerja puncak (peak performance) dimanapun dia berada. Perawat yang selalu bisa mengeluarkan yang terbaik dalam diri mereka untuk dipersembahkan dalam pengabdiannya. Perawat dengan implikasi yang terbaik akan selalu berfokus pada hasil, bukan pada kesulitan atau masalah yang muncul dalam proses mendapatkan hasil. 
D-nya adalah Determinasi yang penuh totalitas (Totality Determination)
Perawat yang ideal adalah mereka yang selalu memiliki tekad (determinasi) yang total, tidak setengah-setengah. Tekad yang bulat. Mereka tidak pernah goyah pada masalah, tidak pernah menyerah pada kesulitan, karena mereka selalu yakin bahwa tekad kuat mereka tidak akan pernah tersia. Mereka yakin bahwa masalah dan kesulitan adalah sesuatu yang diperlukan sebagai pemanis sejarah dan mereka yakin bahwa senyum pasien lebih berharga dari apapun.
E-nya adalah Ekspektasi yang positif (Positif Expectation)
Perawat yang ideal adalah mereka yang selalu yakin terhadap diri mereka. Mereka tidak pernah memikirkan kegagalan karena yang ada dalam benak mereka adalah kesuksesan. Mereka memiliki harapan yang positif terhadap apa yang mereka jalani. Tidak hanya itu, perawat yang ideal adalah mereka yang mampu membuat pasien mereka tumbuh harapannya kembali (sering disebut dengan proses reinforcement). Perawat ideal adalah mereka yang mampu menjadikan diri mereka sebagai pahlawan bagi hati mereka dan mampu membuat pasien merasa menjadi pahlawan bagi diri mereka.
A-nya adalah Aplikasi yang tepat waktu dan tepat sasaran (The Right Application)
Sebuah ungkapan yang menarik menyatakan bahwa sesuatu yang baik dan benar tidak akan bermanfaat jika berada di tempat dan waktu yang salah. Perawat yang ideal adalah mereka yang mampu menempatkan kompetensi mereka dengan tepat. Tepat sasaran dan tepat waktu. Mereka tidak secara asal melakukan tindakan, namun didasarkan pada SOP atau teori yang sudah disepakati. Perawat ideal adalah mereka yang mampu bertindak dengan cepat namun cermat. Perawat ideal adalah mereka yang tidak bertindak jika tidak memiliki wewenang karena mereka menyadari bahwa ada tanggungjawab disetiap aplikasi tindakan mereka.
L-nya adalah Liabilitas yang tidak terbatas (Unlimited Liability)
Dua kata yang sangat dekat dengan dunia keperawatan, yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat. Perawat yang ideal adalah mereka yang selalu mampu dan berani untuk bertanggung-jawab dan gugat (Liability) terhadap setiap tindakan yang mereka lakukan.
I.D.E.A.L hanya salah satu dari banyak model yang bisa digunakan untuk memotret profil perawat ideal. Kita semua berharap, perawat ideal akan benar-benar muncul di bumi Indonesia. Bukan sekedar kata dan wacana, namun sosok perawat yang selalu didambakan dan dinantikan setiap orang. Jika anda ingin menjadi perawat ideal, jadilah I.D.E.A.L…Berlombalah untuk itu…
Thank's To http://www.blog.keperawatan.net

Senin, 15 Maret 2010

Perawat VS Dokter...SIapa Yang Menang Ya??

PROFESI keperawatan menggeliat. Hampir dua dekade perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat yang dulunya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Siapkah pihak lain menerima perubahan paradigma itu? Siapkah para perawat menerima konsekuensi dari perubahan paradigma itu?Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional.

Pelayanan keperawatan didefinisikan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok khusus, individu, dan sebagainya, pada setiap tingkat, sepanjang siklus kehidupan pasien.

Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, para perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Kalau tadinya hanya membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.

Jika dulu hanya menjalankan perintah dokter, sekarang ingin diberi wewenang memutuskan berdasarkan ilmu keperawatan dan bekerja sama dengan dokter untuk menetapkan apa yang terbaik bagi pasien.

Keluarnya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 647/2000 tentang registrasi dan praktik keperawatan lebih mengukuhkannya sebagai profesi di Indonesia.

***

TUNTUTAN perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja (rumah sakit, puskesmas), dokter, serta pasien. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan. Ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

Perawat harus diberi kesempatan untuk mengambil keputusan secara mandiri didukung oleh pengetahuan dan pengalaman di bidang keperawatan. Namun demikian, tidak ada satu pun masalah kesehatan yang hanya diatasi dengan salah satu disiplin ilmu, karenanya kerja sama dengan pelbagai profesi lain tetap sangat penting.

Peran lain perawat adalah melakukan advokasi, membela kepentingan pasien. Saat ini keputusan pasien dipulangkan sangat tergantung kepada putusan dokter. Dengan keunikan pelayanan keperawatan, perawat berada dalam posisi untuk bisa menyatakan kapan pasien bisa pulang atau kapan pasien harus tetap tinggal. Perawat juga berperan memberikan informasi sejelas-jelasnya bagi pasien.

Untuk bisa bekerja secara profesional diperlukan sarana dan prasarana kerja yang memadai. Perlu iklim kerja yang kondusif dengan budaya organisasi yang mendukung dalam berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain serta budaya organisasi yang memfasilitasi kerja sama dengan pasien.

Struktur organisasi hendaknya bisa memfasilitasi kewenangan bagi perawat dalam membuat keputusan. Untuk bisa bekerja secara tenang dan maksimal, diperlukan proteksi terhadap risiko kerja dan tindak kekerasan.

***

KONSEKUENSI dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang sesuai dan memadai.

Rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini mempengaruhi kinerja perawat. Banyak perawat bergaji di bawah upah minimum regional (UMR). Sebagai gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan tergantung golongan. Sementara perawat di Filipina tak kurang dari Rp 3,5 juta.

Bagaimana mau maksimal jika pagi bekerja di rumah sakit pemerintah, sore bekerja di rumah sakit swasta agar penghasilan bisa cukup untuk hidup. Sejak berangkat dari rumah, perawat sudah dipusingkan dengan uang bayaran sekolah anak. Saat berangkat kerja, harus menempuh perjalanan jauh dengan berebutan dan berdesakan di kendaraan umum. Hal ini membuat perawat sering kali menjadi tidak sabar dan tidak berkonsentrasi dalam bekerja.

Jika dibandingkan dengan penghasilan dokter secara umum, penghasilan perawat ibarat bumi dan langit. Di beberapa daerah ada perawat honorer yang hanya mendapat imbalan Rp 35.000-Rp 50.000 per bulan. Mereka bekerja sebagai perawat hanya untuk pengabdian atau demi status. Bahkan sebagian menggantungkan hidup dari menyadap karet atau bertani.

Oleh karena itu, isu hangat di pelbagai pertemuan keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti penurunan mutu pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya.

Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2003.

Pengaturan sistem penghargaan kepada perawat di Indonesia diharapkan memperhatikan besarnya upaya dan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional.

***

MASALAHNYA, para dokter dan direktur rumah sakit banyak yang belum memahami apa yang disebut pelayanan keperawatan profesional. Sosialisasi tentang hal itu belum memadai, terutama di daerah. Maka perubahan paradigma itu harus lebih disosialisasikan, khususnya kepada para dokter sebagai mitra kerja. Untuk meyakinkan para dokter dan konsumen, kata seorang panelis, perlu penelitian untuk membuktikan bahwa hasil pelayanan keperawatan profesional jauh lebih baik daripada pelayanan keperawatan sebelumnya.

Dalam hal persiapan peraturan, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan sudah menyelesaikan konsep lingkup praktik keperawatan, standar praktik keperawatan, serta standar kompetensi tiap kategori keperawatan. Rancangan Undang-Undang Keperawatan juga sudah selesai, tinggal dibahas di tingkat departemen kemudian diteruskan ke DPR.

Dalam waktu dekat hendak dilakukan uji coba model-model praktik keperawatan profesional. Sejauh ini sudah diidentifikasi bentuk-bentuk praktik keperawatan mandiri, seperti praktik di rumah sakit, kunjungan rumah (home care), lembaga/rumah perawatan (nursing home), praktik berkelompok serta praktik individu.

Diakui, pengaturan tenaga keperawatan di Indonesia saat ini belum terintegrasi sejak dari perencanaan, pengadaan sampai pemanfaatan. Karena itu para pihak-pemerintah, PPNI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), asosiasi rumah sakit, serta perwakilan konsumen-perlu duduk bersama membahas hal ini.

Selain itu, PPNI harus duduk bersama IDI untuk pembinaan kemitraan seawal mungkin dan memilah dari daftar tindakan medik yang selama ini dilimpahkan dokter ke perawat. Dalam kondisi di mana dokter tidak ada, tindakan medik apa yang bisa dilimpahkan secara penuh, sehingga perawat bisa mengklaim jasa keperawatannya. Sebagaimana bidan yang mendapat pelimpahan secara penuh untuk menolong persalinan normal dari dokter ahli kandungan dan kebidanan.

***

DI luar masalah jasa keperawatan dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional.

Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Penanganan pasien di rumah sakit akan ditangani dua profesi di samping tenaga kesehatan lain. Tanggung jawab hukum akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Untuk mengantisipasi, di luar negeri saat ini sudah ada asuransi untuk malpraktik keperawatan, selain asuransi untuk malpraktik kedokteran.

Pemberian kewenangan untuk memutuskan bentuk perawatan bagi pasien maupun pembagian tanggung jawab dengan dokter dalam melakukan tindakan, membuahkan konsekuensi hukum. Perawat kini bisa digugat. Pelbagai kasus pengadilan di luar negeri menunjukkan, perawat profesional mengalami tuntutan hukum akibat kelalaian atau malpraktik dalam melakukan pekerjaan.

Kesalahan perawat yang mungkin bisa terjadi adalah salah obat, salah dosis, salah konsentrasi, salah baca label, salah pasien, atau yang fatal salah transfusi. Contoh di luar negeri adalah tertinggalnya peralatan bedah dalam perut pasien. Saat ini di Indonesia kelalaian itu masih menjadi tanggung jawab dokter. Tetapi, nanti jika perawat kamar bedah sudah profesional seperti di negara maju, hal itu menjadi tanggung jawab perawat.

Perawat profesional akan berhadapan dengan beberapa bentuk sanksi hukum. Dari hukum pidana, hukum perdata, hukum perburuhan (berkaitan dengan tempat kerja), hukum kedokteran sampai masalah etika dan disiplin profesi.

Perawat perlu mempunyai hukum keperawatan yang terkait dengan hukum kedokteran dan hukum kerumahsakitan. Hal-hal ini harus diajarkan pada pendidikan perawat sejak level yang paling rendah (kini D3 Keperawatan yang akan menjadi perawat profesional pemula).

Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Sejauh ini belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur.

UU No 23/1992 tidak mengatur. Dari 29 PP yang diperlukan untuk pelaksanaan, baru disusun empat PP. Itu pun bukan tentang standar profesi, perlindungan hak pasien dan ganti rugi akibat kesalahan pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan.
Pengaturan yang ada hanya berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik serta Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Padahal, menurut peraturan seharusnya PP dulu baru Kepmenkes dan SK Dirjen. Demikian juga pengaturan tentang hak dan kewajiban perawat. Surat Keputusan Dirjen Yanmed hanya mengatur perawat di rumah sakit, sedang pengaturan perawat secara umum belum ada.

Untuk itu organisasi profesi perawat harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat menampung semua perubahan, misalnya ada sekretaris jenderal yang bekerja purnawaktu.
from http://blogs.unpad.ac.id

Rabu, 10 Maret 2010

Komunikasi Theurapetic Keperawatan

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan;
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya;
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

Selasa, 02 Maret 2010

Asuhan Keperawatan pada Sistem Perkemihan


A. RENAL KARSINOMA
Tumor renal karsinoma maligna terutama adenocarcinoma menduduki 2% dari semua kanker. Tumor renal maligna yang kecil (adenoma) bisa timbul tanpa membawa kerusakan yang jelas atau menimbulkan berbagai gejala. Carcinoma sel-sel ginjal jarang timbul sebelum orang berusia 40 tahun, lebih sering berjangkit pada usia 50 tahun samapi 70 tahun, terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita.
Hematuria merupakan gejala yang paling lumrah pada carcinoma sel-sel renal. Hematuri yang intermitten mengurangi kepedulian orang untuk mencari pertolongan. Setiap orang yang mengalami hematuria harus menjalani pemeriksaan urologi yang lengkap, karena lebih dini diketahui maka peluang sembuh akan lebih bersih. Gejala-gejala lain terdiri dari rasa nyeri tumpul pada bagian pinggir badan, berat badan turun, demam, polycytemia. Mungkin timbul hipertensi karena dampak stimulasi sistem renin angiotensin.
IVP akan memperlihatkan ketidakserasian tepi-tepi ginjal dan memberi gambaran adanya dugaan tumor ginjal. Tumor kecil pada parenkhim tidak akan jelas, tapi bisa diperjelas dengan CT scan. Ct scan juga penting untuk membuat diferensiasi carcinoma sel-sel ginjal dan kista renal. Angiografi juga bisa dikerjakan untuk diferensiasi kista dengan tumor.
Kecuali pada orang yang berisiko jelek untuk bedah atau telah timbul metastase hebat, ginjal dapat diangkat (nefrektomi) dengan cara transabdominal, thoraco abdominal atau retroperitoneal. Yang pertama merupakan yang paling sering dipilih agar menjamin arteri dan vena renal tetap aman dan sebagai pencegahan penyebaran sel kanker ganas.
Setelah bedah tumor maligna diteruskan dengan sensitifitas radigrafi, biasanya pasien mendapatkan serangkaian therapi sinar X. Untuk pengobatan ini tidak perlu hospitalisasi. Radiasi juga dilakukan untuk daerah metastase sebagai pengobatan paliatif bagi mereka yang tidak mungkin bisa dibedah.
Kemotherapi belum memperlihatkan mutu pada pengobatan carcinoma sel-sel kanker. Angka pasien yang bisa tertolong setelah pengobatan tergantung kepada gawatnya metastase. Angka pulih kembali setelah 10 tahun sangat rendah, terutama karena kebanyakan orang tidak berobat pada tingkat dini dan menunggu sampai penyakit sudah sangat lanjut.
KARSINOMA KANDUNG KEMIH
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah kandung kemih. Kanker kandung kemih terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan dengan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% pasien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
Pada tiga dasawarsa terakhir, kasus kandung kemih pada pria meningkat lebih dari 20 % sedangkan kasus pada wanita berkurang 25%. Faktor predisposisi yang diketahui dari kanker kandung kemih adalah karena bahan kimia betanaphytilamine dan xenylamine, infeksi schistosoma haematobium dan merokok.
Tumor dari kandung kemih berurutan dari papiloma benigna sampai ke carcinoma maligna yang invasif. Kebanyakan neoplasma adalah jenis sel-sel transisi, karena saluran kemih dilapisi epithelium transisi. Neoplasma bermula seperti papiloma, karena itu setiap papiloma dari kandung kemih dianggap pramalignansi dan diangkat bila diketahui. Karsinoma sel-sel squamosa jarang timbul dan prognosanya lebih buruk. Neoplasma yang lain adalah adenocarcinoma.
Kanker kandung kemih dibagi tingkatannya berdasarkan kedalaman tingkat invasifnya yaitu : tingkat O Mukosa, tingkat A Sub Mukosa, Tingkat B Otot, Tingkat C Lemak Perivisial, Tingkat D Kelenjar Limfe.
Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri adalah gejala pertamanya pada kebiasaan tumor kandung kemih. Biasanya intermitten dan biasanya individu gagal untuk minta pertolongan. Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri terjadi juga pada penyakit saluran kemih yang non malignant dan kanker ginjal karena itu tiap terjadi hematuri harus diteliti. Cystitis merupakan gejala dari tumor kandung kemih, karena tumor merupakan benda asing di dalam kandung kemih.
Pemeriksaan cytologi urine dapat memperkenalkan sel-sel maligna sebelum lesi dapat divisualisasikan dengan cystoscopy yang disertai biopsi. Penentuan klinis mengenai tingkatan invasif dari tumor penting dalam menentukan regimen terapi dan dalam pembuatan prakiraan prognose. Tiap orang yang pernah menjalani pengangkatan papilomma harus menjalani pemeriksaan cystoscopy tiap tiga bulan untuk selama dua tahun dan kemudian intervalnya sedikit dijarangkan bila tidak ada tanda-tanda lesi yang baru. Keperluan pemeriksaan yang sering harus dijelaskan oleh ahli urologi dan harus diperkuat oleh perawat.
Tumor-tumor kecil yang sedikit menjangkiti lapisan jaringan dapat ditolong dengan sempurna dengan fulgurisasi transuretra atau dieksisi. Foley kateter biasanya dipasang setelah pembedahan. Air kemih berwarna kemerahan tetapi tidak terjadi perdarahan gross. Rasa panas saat berkemih dapat diatasi dengan minum yang banyak dan buli-buli hangat pada daerah kandung kemih atau berendam air hangat. Pasien boleh pulang beberapa hari kemudian setelah bedah. Bila tumor tumbuh pada kubah kandung kemih harus dilaksanakan reseksi segmental dari kandung kemih. Sistektomi atau pengangkatan seluruh kandung kemih harus dilaksanakan bila penyakit sudah benart-benar ganas.
Radiasi kobalt eksternal terhadap tumor yang invasif sering dilakukan sebelum bedah untuk memperlambat pertumbuhan. Radiasi supervoltase dapat diberikan kepada pasien yang fisikinya tidak kuat menghadapai bedah. Radiasi bukan kuratif dan mutunya hanya sedikit dalam pengelolaan bila tumor tidak mungkin bisa dioperasi. Radiasi internal jarang dipakai karena efeknya yang berbahaya.
Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam kandung kemih sebagai pengobatan topikal. Pasien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam kandung kemih selama dua jam.
KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma prostat ditemukan secara kebetulan pada waktu prostatektomi, sesudah dilakukan pemerikasaan patologi anatomik. Karsinoma prostat perlu dicurigai bila pada rectal toucher teraba benjolan-benjolan yang keras (indurasi pada satu atau beberapa tempat). Biasanya di lobus posterior. Seringkali penderita datang karena adanya hematuria gross. Hal ini mungkin karena proses penjalaran karsinoma ke arah lumen uretra dan menimbulkan ulcerasi disitu sehingga terjadi perdararahan. Diagnosis diferensialnya adalag batu prostat, TBC prostat, prostatitis kronik. Untuk membedakannya perlu dilakukan biopsi jarum.
Therapi yang umum digunakan adalah triple therapy yaitu prostatektomy, orkidektomy sub kapsuler dan pemberian hormon estrogen.
Kelenjar prostat merupakan tempat yang kedua pada pria untuk pertumbuhan kanker. Terdapat faktor keluarga untuk pertumbuhan penyakit ini. Kanker prostat bertanggung jawab atas 10% dari seluruh jumlah angka kematian pria. Jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan angka semakin meningkat seiring peningkatan usia. Lebih muda penderita terserang, lebih lethal penyakit ini. Walaupun kanker bisa dimulai dimana saja pada kelenjar prostat dan bermulti fokal sumbernya biasanya timbul pada lobus perifer sehingga timbul pada lobus perifer sehingga timbul nodul yang dapat diraba. Deteksi dini pada waktu palpasi memungkinkan pengobatan yang dini juga dan dapat memperbaiki prognosa. Karena alasan tersebut semua pria harus menjalani pemeriksaan rektal tiap tahun.
Kanker prostat biasanya dimulai dengan perubahan pola berkemih, frekuensi, desakan, nokturia akibat membesarnya ukuran kelenjar yang mendesak uretra. Obstruksi uretra yang lengkap dapat terjadi. Hematuria dapat berkembang menjadi anemia.
DIAGNOSA KEPERAWATAN & TINDAKAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SALURAN KEMIH
Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
Pasien dapat mengurangi rasa cemasnya
Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif
Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan
Tindakan :
Tentukan pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya
Berikan informasi tentang prognosis secara akurat
Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai
Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan diri dalam pengobatan
Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll
Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
Pertahankan kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan pasien mengatakan nyeri, pasien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
Melaporkan nyeri yang dialaminya
Mengikuti program pengobatan
Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
Tindakan :
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Evaluasi therapi : pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan pasien dan keluarga tentang cara menghadapinya
Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Kolaboratif
Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien
Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan pasien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
Tindakan :
Monitor intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan kebutuhannya
Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan
Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.
Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga
Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan
Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami pasien
Kolaboratif
Amati study laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
Berikan pengobatan sesuai indikasi
Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida
Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
Pasien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap
Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut
Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan
Bekerjasama dengan pemberi informasi
Tindakan :
Review pengertian pasien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya
Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada pasien tentang pengalaman pasien lain yang menderita kanker
Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan
Berikan bimbingan kepada pasien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada pasien.
Anjurkan pasien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya
Review pasien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal
Anjurkan pasien untuk mengkaji membran mukosa mulut secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi
Anjurkan pasien memelihara kebersihan kulit dan rambut
Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi
Tujuan :
Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
Pasien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal
Pasien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut
Tindakan :
Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan pasien dan secara periodik
Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah
Diskusikan dengan pasien tentang metode pemeliharan oral hygine
Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras
Amati dan jelaskan pada pasien tentang tanda superinfeksi oral
Kolaboratif
Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
Berikan obat sesuai indikasi
Anagetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.
Kultur lesi oral
Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.
Tindakan :
Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainse luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
Timbang berat badan jika diperlukan
Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil
Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada pasien
Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu
Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie
Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah
Kolaboratif
Berikan cairan IV bila diperlukan
Berikan therapy antiemetik
Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
Tujuan :
Pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
Tindakan :
Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama
Jaga personal hygine pasien secara baik
Monitor temperatur
Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi
Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur
Kolaboratif
Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets
Berikan antibiotik bila diindikasikan
Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas
Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
Tindakan :
Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya
Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitas
Berikan privacy kepada pasien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
Pasien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
Tindakan :
Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal
Ubah posisi pasien secara teratur
Berikan advise pada pasien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter
HIPERTROPI PROSTAT
Istilah ini sebenarnya salah, karena kelenjar prostat tidak mengalami hipertrofi. Yang didapat sebenarnya hiperplasia dari kelenjar periuretral. Kelenjar ini mendesak kelenjar prostat sehingga lama-lama menjadi gepeng dan disebut sebagai kapsul prostat. Untuk mengukur besarnya hipertrofi prostat dapat dipakai pengukuran rectal grading, clinical grading dan intra uretral grading.
Biasanya penyakit ini ditemukan pada pria berusia diatas 50 tahun, dan penyakit ini menyebabkan berbagai macam gangguan obstruksi uretra dan rstriksi aliran urine. Pada fase awal umumnya pasien akan mengeluh kencing terasa tidak puas, pancarannya melemah, nokturia. Pada fase selanjutnya pasien akan merasa panas saat berkemih, dysuria, nokturia tambah hebat dan kemudian pada fase lanjut buli-buli akan penuh, over flow incontinence, pasien menggigil kadang-kadang sampai koma.
Diagnosa Keperawatan & Tindakan
Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan bladder berkontraksi ditandai dengan frequency, hesistansi, ketidakmampuan mengosongkan bladder, inkontinensia, distensi bladder, adanya residu urine.
Tujuan :
Berkemih lancar tanpa terjadi distensi bladder
Residu urine kurang dari 50 ml tanpa adanya overflow.
Tindakan :
Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2 – 4 jam dan bila sudah penuh
Informasikan kepada pasien tentang stress inkontinensia
Observasi pancaran urine, amati ukuran dan kekuatannya
Monitor dan catat waktu serta jumlah saat berkemih. Amati menurunnya output urine dan perubahan pancaran
Perkusi/palpasi area suprapubik
Anjurkan minum sampai 3000 ml setiap hari bila tidak terdapat intolenransi jantung
Monitor vital signs. Observasi hipertensi, peripheral/dependen oedema. Berat badan diukur setiap hari dan pertahankan intake dan output secara akurat
Berikan perawatan cateter dan perineal
Berikan rendaman duduk sesuai indikasi
Kolaboratif
Berikan pengobatan sesuai indikasi
Antispasmodik misalnya oxybutynin chloride, rectal suppositoria, antibiotik dan antimikrobial, phenoxybenzamine.
Kateterisasi urine atau pasang kateter foley sesuai indikasi
Monitor hasil laboratorium sperti BUN, Creatinine, Elektrolite, urinalisis dan kultur.
Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa : distensi bladder, renal colic, infeksi saluran kemih, therapi radiasi ditandai dengan pasien menyatakan nyeri (bladder/rectal), penurunan tonus otot, grimase, distraksi, kelelahan, respon otonomik.
Tujuan :
Nyeri berkurang atau terkontrol
Pasien merasa rileks
Pasien dapat tidur dan beristirahat dengan tenang
Tindakan :
Kaji nyeri, amati lokasi dan intensitasnya (skala 0 – 10), durasi
Pertahankan bedrest jika diindikasikan
Pertahankan rasa nyaman pada pasien misalnya menolong pasien mencari posisi yang nyaman, menganjurkan tehnik relaksasi/nafas dalam serta aktivitas diversional
Anjurkan rendaman duduk
Kolaboratif
Lakukan kateterisasi untuk drainase urine
Lakukan masase prostat
Berikan pengobatan sesuai indikasi
Narkotik (meperidine), antibakterial (methenamine hippurate), antispasmodik dan sedative bladder.
Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan diuresis postobstruktive dari drainase, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi renal)
Tujuan :
Mempertahankan hidrasi secara adekuat yang ditandai vital signs stabil, pulse periferal teraba, capilary refill baik, dan mukosa membran yang normal.
Tindakan :
Monitor output secara hati-hati, setiap jam bila diindikasikan.
Anjurkan pasien meningkatkan intake oral sesuai kebutuhan individual
Monitor tekanan darah dan denyut nadi secara teratur. Evaluasi kapilary refill dan membran mukosa mulut.
Berikan bedrest dengan kepala ditinggikan
Kolaboratif
Monitor elektrolit, khususnya sodium
Berikan cairan IV (hipertonik saline) jika diperlukan
Cemas / Takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan : pada prosedur bedah, kehilangan kepercayaan diri terhadap kemampuan seksual ditandai dengan peningkatan ketegangan, keragu-raguan, mencemaskan konsekwensi yang tidak logis.
Tujuan :
Pasien dapat rileks
Mengungkapkan informasi yang akurat tentang keadaannya
Menunjukkan penurunan kecemasan & ketakutan
Tindakan :
Berikan perhatian kepada pasien, ciptakan hubungan saling percaya dengan pasien dan support person.
Berikan informasi tentang prosedur spesifik, kateterisasi, urine berdarah, iritasi bladder. Berikan informasi sesuai kebutuhan pasien.
Informasikan sebelum melakukan prosedur dan pertahankan privacy pasien
Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya
Deficit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya kemampuan menangkap informasi, misinterpretasi, tidak terbiasa dengan sumber informasi ditandai dengan pasien bertanya-tanya, mengungkapkan problemnya secara verbal/nonverbal, tidak akurat dalam mengikuti intruksi.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan pengertian terhadap proses penyakit dan prognosa
Mengidentifikasi tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakitnya
Mempunyai inisiatif perubahan gaya hidup yang menunjang penyembuhan penyakitnya
Berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan
Tindakan :
Review proses penyakit, prognosa, tanda dan gejala serta pengobatannya
Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasan dan tingkat perhatian terhadap penyakitnya
Beri informasi bahwa penyakitnya tidak menular melalui hubungan seksual
Rekomendasikan kepada pasien untuk menghindari makanan pedas, kopi, alkohol, mengendarai sepeda motor dalam jangka waktu lama.
Berikan informasi tentang hubungan seks, hindari pada fase akut tetapi akan lebih baik pada fase kronik.
Dukung pasien untuk mengikuti pengobatan secara teratur termasuk latihan rectal dan urinalisis.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya